BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsumerisme memposisikan kita sebagai
objek atau lebih kasar lagi sebagai korban untuk
dihisap darah nya.
Bagian-bagian tubuh yang seharusnya
disyukuri sebagai anugerah Tuhan seperti rambut, kulit, dsb. di citra kan
sebagai sesuatu yang harus disesali. Mau buktinya ?Pencitraan rambut yang indah
adalah rambut yang lurus, membuat pemilik rambut keriting alami gelisah.
Pencitraan kulit putih adalah cantik membuat pemilik kulit hitam manis menjadi
menyesal.
Demikian pula dengan pencitraan high
class jika kita menggunakan merek-merek tertentu, mendorong Anda mengorek
dompet lebih dalam.
Disisi lain, banyaknya model ataupun
feature feature tambahan dari produk, mengaburkan Anda terhadap kebutuhan akan
fungsi produk, menjadi kebutuhan akan
kepuasan.
Ditambah banyaknya fasilitas penunjang
seperti kartu kredit serta leasing semakin menyuburkan kebiasaan berhutang.
Hal itu semua tidak lepas dari peran
media informasi. Posisi media informasi saat ini telah bergeser posisinya
menjadi media iklan. Kehausan manusia akan informasi telah ditunggangi sebagai
jebakan maut yang akan mengantarkan Anda pada bentuk kecanduan lain yaitu
konsumerisme.
Hemat energi tidak bisa lepas dengan
lawan katanya, yakni hidup boros. Ajakan untuk hemat energi secara nasional ini
menandakan betapa borosnya hidup kita selama ini. Boros diartikan sebagai
volume konsumsi yang melebihi kebutuhan yang sebenarnya. Katakanlah tidak
adanya keseimbangan antara produksi dan konsumsi.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apakah Yang Di Maksud Dengan Konsumerisme?
2.
Apa
Dampak Konsumerisme ?
3.
Apa
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konsumerisme ?
4.
Bagaimana
Cara Mengatasi Masalah Konsumerisme Di
Indonesia ?
1.3 Tujuan
Tujuan Dari Pembuatan Makalah Ini Adalah :
1.
Menganalisis
Tentang Konsumerisme
2.
Mengkaji Dampak
Positif Dan Negative Konsumerisme
3.
Mencari
Solusi Untuk Mengatasi Masalah Konsumerisme Di
Indinesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Konsumerisme
Konsumerisme merupakan paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok yang
menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang
hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar
dan berkelanjutan. Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga
ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan. Sifat
konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkit manusia dalam kehidupannya.
2.2 Dampak Konsumerisme
Dampak
dari konsumerisme dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu dampak positif dan
dampak negatif.
Dampak positif:
1.
Kebutuhan pribadi dapat terpenuhi.
2.
Timbul rasa puas pada diri seseorang.
3.
Memberi rasa nyaman dan mempermudah kita
dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Misalnya kita membeli mobil, maka
dengan mobil itu kita dapat dengan mudah berpergian tanpa harus naik angkutan
umum.
4.
Memberi keuntungan kepada penjual atau
produsen.
5.
Menambah pengalaman, maksudnya jika
seseorang membeli sesuatu yang baru maka seseorang akan bisa merasakan setiap
perubahan atau pun model barang yang sebelumnya tidak pernah diketahui.
Dampak negatif:
1.
Menimbulkan prilaku konsumtif.
2.
Terjadi pemborosan karena pengeluaran
tidak terkontrol.
3.
Menimbulkan kesenjangan sosial.
4.
Mendorong seseorang untuk berbuat sifat
hedonis.
5.
Memiliki sifat tidak puas, karena selalu
ingin memiliki sesuatu yang baru.
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Konsumerisme
Banyaksekali
faktor-faktor yang menyebabkan seseorang berprilaku konsumerisme, diantaranya :
v Faktor
dari dalam diri individu
seperti
dinyatakan sebelumnya, setiap orang memiliki motivasi dari dalam dirinya untuk
berprilaku konsumerisme.
v Pengaruh
individu lain salah
satu sifat negatif yang dimiliki manusia yaitu mudah sekali terpengaruh.
Misalnya saja terpengaruh oleh iklan-iklan yang berkembang di pasaran. Agar
tidak dikatakan ketinggalan zaman, mereka rela menghabiskan uang demi hal yang
kurang penting.
v Jumlah
materi (uang) yang dimiliki
setiap
orang memiliki tingkat kekayaan yang berbeda-beda. Orang yang memiliki kekayaan
lebih seringkali memanfaatkan kekayaannya ke dalam hal-hal yang negatif. Namun
bukan berarti orang yang memiliki penghasilan rendah tidak memiliki perilaku
konsumtif hanya saja cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang
memilki materi lebih, karena keterbatasan yang mereka miliki cukup besar.
v Pendidikan seseorang yang diberikan pengetahuan
tentang manfaat suatu barang atau kebutuhan akan mepertimbangkan terlebih
dahulu sebelum melakukan pengeluaran untuk memperoleh suatu barang. Apa
manfaatnya dan bagaimana cara memperoleh barang tersebut. Banyak cara yang dapat dilakukan
untuk mengatasi perilaku konsumerisme. Dan dalam hal ini yang paling berperan
adalah keluarga. Orang tua seharusnya menjadi orang pertama yang mengarahkan
kebiasaan seorang anak, salah satunya kebiasaan dalam mengambil keputusan untuk
memenuhi kebutuhannya.
2.4 Sejarah Konsumerisme
Budaya konsumen dilatarbelakangi oleh munculnya masa kapitalisme yang
diusung oleh Karl Marx yang kemudian disusul dengan liberalisme. Budaya
konsumen yang erupakan jantung dari kapitalisme adalah sebuah budaya yang di dalamnya
terdapat bentuk halusinasi, mimpi,
artifilsialitas, kemasan wujud komoditi, yang kemudian dikonstruksi sosial
melalui komunikasi ekonomi (iklan, show, media) sebagai kekuatan tanda (semiotic
power) kapitalisme.
Asal mula konsumerisme dikaitkan dengan proses industrialisasi pada awal
abad ke-19. Karl Marx menganalisa buruh dan kondisi-kondisi material dari
proses produksi. Menurutnya, kesadaran manusia ditentukan oleh kepemilikan
alat-alat produksi. Prioritas ditentukan oleh produksi sehingga aspek lain
dalam hubungan antarmanusia dengan kesadaran, kebudayaan, dan politik dikatakan
dikonstruksikan oleh relasi ekonomi.
Kapitalisme yang dikemukakan oleh Marx adalah suatu cara produksi yang
dipremiskan oleh kepemilikan pribadi sarana produksi. Kapitalisme bertujuan
untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya, terutama dengan mengeksploitasi
pekerja. Realisasi nilai surplus dalam bentuk uang diperoleh dengan menjual
produk sebagai komoditas. Komoditas adalah sesuatu yang tersedia untuk dijual
di pasar. Sedangkan komodifikasi adalah proses yang diasosiasikan dengan
kapitalisme di mana objek, kualitas, dan tanda berubah menjadi komoditas.
2.5 Proses Gaya Hidup
Dalam masyarakat konsumer terdapat proses konsumsi dan pengembangan gaya
hidup (Feathersone, 2005). Pembelajaran melalui majalah, koran, televisi, dan
radio yang menekan peningkatan diri, transformasi personal, cara mengelola
kepemilikan, hubungan dan ambisi, serta cara membangun gaya hidup. Maka, mereka
yang bekerja di media, desain, mode, dan periklanan serta para intelektual
informasi yang memberi pelayanan serta memproduksi, memasarkan dan menyebarkan
barang simbolik sebagai perantara budaya baru (Bordieu, 1984). Dalam wacana
kapitalisme, semua yang diproduksi pada akhirnya akan didekonstruksi oleh produksi
baru berikutnya, berdasar hukum “kemajuan” dan “kebaruan”. Dan karena dukungan
media, realitas-realitas diproduksi mengikuti model-model yang ditawarkan oleh
media (Piliang dalam Ibrahim, 1997, hal. 200).
Budaya konsumerisme muncul setelah masa industrialisasi ketika barang mulai
diproduksi massal sehingga butuh konsumen banyak. Media menempati posisi
strategis sekaligus menentukan calon konsumen. Jadi motivasi membeli tidak lagi
dari diri sendiri berdasar kebutuhan riil, namun karena otoritas lain memaksa
membeli. Semakin cantik acara disajikan akan semakin mengundang banyak
penonton. Selanjutnya, rating tinggi merangsang produsen untuk memasang iklan
yang merupakan proses persuasi efektif dalam pengaruhi keputusan masyarakat
dalam mengonsumsi.
2.6 Mengatasi Prilaku Konsumerisme
Untuk mengatasi masalah prilaku
konsumtif tentunya membutuhkan kerja keras dari semua pihak, yang terkecil
adalah lingkup keluarga. Kebiasaan memberi uang jajan pada anak merupakan
tindakan yang salah, suatu tindakan yang dapat menciptakan pola hidup boros
bagi anak. Dalam hal ini sebaiknya orang tua tidak memberikan anak uang jajan
melainkan dengan membelikannya apa yang dia inginkan dibawah kontrol dan
kendali orang tua. Yang luput dari perhatian adalah kebiasaan jajan di sekolah,
bagi sekolah mungkin ini sangat menguntungkan karena barang jualan di kantin
sekolah bakal laku keras di jam-jam istrahat, akan tetapi sebenarnya sekolah
telah melakukan pembiaran terhadap anak didik untuk hidup boros.
Tingginya
perilaku konsumtif masyarakat Indonesia sudah tertanam sejak usia dini,
sehingga semakin lama semakin sulit untuk keluar dan terbebas dari pola hidup
konsumtif tersebut. Beberapa kebiasaan yang menjadi penyebab tingginya perilaku
konsumtif di Indonesia, antara lain:
1. Orang tua
membiasakan anaknya sejak usia dini dengan uang jajan
2. Adanya
pembiaran dari pihak sekolah terhadap peserta didiknya untuk jajan secara
berlebihan
3. Gaya hidup
modern yang terlalu bebas dan tidak terkontrol
Ketiga sebab
di atas telah melahirkan generasi konsumtif, generasi yang akan membuat laju
inflasi menjadi tidak terkontrol, generasi yang tidak dapat mandiri, generasi
yang selalu membutuhkan uluran tangan dari orang lain.
Olehnya itu,
menyelamatkan generasi bangsa membutuhkan sebuah gerakan yang dapat menyadarkan
orang tua sebagai penentu perubahan gaya hidup anak dan sekolah sebagai pijak
dan pilar penanaman pemahaman dan penciptaan budaya hidup hemat.
Jika tidak
dilakukan dari sekarang maka kedepan negara ini khususnya generasi mendatang
menjadi generasi ketergantungan, generasi yang tidak memiliki kompetensi untuk
melahirkan karya dan produk-produk sebagai wujud dari kemandirian.
Langkah-langkah
untuk mengatasi prilaku konsumtif adalah dengan mengenali sebab-sebabnya untuk
melahirkan solusi misalnya kalau berdasarkan sebab-sebab diatas dapat
dilakukan:
1.
Menyadarkan orang tua tentang bahaya pemberian uang
jajan kepada anak
2.
Memberlakukan batasan besaran jajanan per siswa di
sekolah
3.
Meningkatkan disiplin diri melalui berbagai pembiasaan
hidup hemat yang dipelopori oleh organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok
kepemudaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Konsumerisme ialah
gerakan menyeimbangkan kedudukan antara konsumen, pelaku usaha dan negara,
tidak hanya isu kehidupan sehari-hari, namun kualitas produk, termasuk HAM dan
dampaknya bagi konsumer. Dalam kosumerisme terdapat berbagai unsur yang harus
diperhatikan seperti masyarakat consumer, proses gaya hidup, budaya consumer
dan model dan penelitian terhadap perilaku konsumen.
Seorang konsumen
harus dilindungi hak serta kewajibannya, maka dibentuk lembaga perlindungan
konsumen, salah satunya ialah YLKI. Dalam
perlindungan konsumen ini terdapat beberapa asas diantaranya : asas manfaat, asas keadilan, asas
keseimbangan, asas keamanan dan
keselamatan konsumen, dan asas kepastian hukum. Tujuan perlindungan ini adalah
untuk tingkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian; mengangkat harkat dan
martabat; tingkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut haknya; menciptakan kepastian hukum dan keterbukaan informasi; dan
meningkatkan kualitas barang atau jasa.
Globalisasi
menghilangkan batas negara guna mengonsumsi suatu produk atau jasa. Teknologi
informasi memudahkan konsumen mendapat informasi perilaku konsumsi, produk, dan
gaya hidup di negara lain dan pengaruhi perilaku konsumsi itu sendiri.
Perubahan perilaku konsumen ini dapat diketahui berdasarkan beberapa alasan
perubahan atas unsur – unsur sebagai berikut : perubahan demokrafi, perubahan
teknologi, masalah lingkungan, gaya hidup, dan perubahan sikap.
DAFTAR
PUSTAKA
http://psikologi-zone.blogspot.co.id/2015/02/konsumerisme.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_Konsumen
http://anisa08.student.ipb.ac.id/2010/06/18/perilaku-konsumen/
https://manajement.info/2012/05/14/konsumerisme-perlindungan-konsumen-dan-perubahan-perilaku/
http://yulianaritongaug.blogspot.co.id/2015/06/bab-xii-perlindungan-konsumen.html
http://definisimu.blogspot.com/2012/08/definisi-inovasi.html
http://retnomayapada.blogspot.com/2012/11/sejarah-uang_1.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar